Quo Vadis Kesusastraan Indonesia

Puisi "Dia dan Aku" yang dibawakan dengan tarian
Jakarta - Sebuah tarian yang terinspirasi dari puisi “Dia dan Aku” karya Sitor Situmorang membuka malam yang dikhususkan untuk dirinya dalam rangkaian ASEAN Literary Festival 2015, Kamis, 19 Maret, di Teater Kecil, TIM. Gerakan penuh makna dari Windi, Dina, Karina, dan Altea dibuat oleh Nabilla Rasul. Para tamu dan pembicara yang meramaikan malam “Buat Sitor Situmorang” tersebut berasal dari Indonesia dan Mancanegara.

“Saya pikir ini adalah acara yang sangat baik, tidak hanya bagi kesustraan Indonesia tetapi juga untuk dunia.” Kata Laura Schuurmans, pembawa acara sekaligus teman dari direktur program, Abdul Khalik.

Acara ini, kata Abdul dalam situs resmi ALF 2015, digelar untuk mengumpulkan para penulis dari negara-negara ASEAN agar mereka dapat berbagi ide tentang bagaimana cara penulis berkontribusi untuk perkembangan masyarakat.

“Kami juga ingin menunjukan kepada dunia, bahwa negara-negara ASEAN dapat menghasilkan karya-karya sastra dan ide yang setara dengan daerah lainnya di muka bumi.” Kata Abdul dalam sambutannya setelah sesi Poetry in Motion (Puisi dalam gerakan).

Setelah sambutan dari Abdul, acara berlanjut ke sesi pembacaan puisi-puisi karya Sitor yang dideklamasikan oleh Khrisna Pabicara dan Binar Mentari Malahayati.

Khrisna membacakan bagian yang berbahasa Indonesia, sedangkan Binar membacakan bagian yang berbahasa Inggris.

Puisi-puisi Sitor yang dideklamasikan antara lain, “Aku dan Anakku”, “Bulan purnama Ibukota”, “Pesan Tiga Petani Boyolali”, “Jawaban surat ayah”, dan “Shanghai.”

Ma Thida
Acara selanjutnya adalah kuliah umum dari dr. Ma Thida, seorang aktivis HAM, penulis, dan dokter bedah asal Myanmar.

Kuliah yang disampaikan berjudul “Bagaimana kesusastraan dapat membantu membangun kebebasan dan kemerdekaan di ASEAN.”.

 “Kita membutuhkan sastra untuk membangun demokrasi, sayangnya, kebanyakan negara-negara ASEAN mengalami kediktatoran, dan para penulis dari daerah tersebut mencoba untuk melewati batas-batas kebebasan yang dibuat oleh dikator, dengan kreativitas mereka sendiri.

 “Kreativitas tidak datang dari kebebasan yang kita miliki, tetapi dari kebebasan yang kita ingin dapatkan.” Ujar Ma Thida.

Ananda Sukarlan
Pertunjukan musikalisasi puisi karya Sitor yang berjudul “Surat Kertas Hijau”, “Malam Kebumen”, dan “La Ronde” adalah pertunjukan selanjutnya, dibawakan oleh Ananda Sukarlan (Piano) dan Nikodemus Lukas (Vokal).

Selain itu, Ananda juga tampil solo, membawakan lagunya yang berjudul “Rapsodi Nusantara” no.8 dan 1.

Acara ditutup dengan penampilan musisi tunarungu asal Finlandia, Signmark, yang aslinya bernama Marko Vuoriheimo.

Signmark menyanyikan lagu-lagunya yang berjudul “Everybody Wants to Gamble”, “Talk The Talk”, “Fighting”, “X-Man”, dan “Impossible is My Thing” dalam bahasa isyarat, dibantu oleh dua penyanyi lainnya yang bernyanyi dalam bahasa vokal.

Tanggapan

Perkembangan dunia kesusastraan di Indonesia perlu didukung. Di Indonesia banyak penulis dan sastrawan berbakat, namun mereka tidak dapat mengembangkan dirinya karena mereka kurang dihargai.

Hal itu seperti yang diutarakan Saut Sitomorang, seorang sastrawan dan penulis kawakan asal Tebing Tinggi, yang puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing.
“Penghargaan dengan konteks seperti ini harus terus ada, karena seniman itu tidak pernah dibayar negara.” Kata Saut.

Hal yang sama diutarakan pula oleh putra Sitor, Gulontam Sitomorang ketika kami wawancara.
“Banyak karya (sastra) yang bagus, masalahnya adalah kebijakan pemerintah (yang kurang) untuk membantu mengangkat karya-karya sastra.” Ujar Gulontam.

 “Pada setiap tingkat pendidikan mulai dari SD sampai seterusnya, apresiasi terhadap karya sastra sangat kurang.

“Bukan salah karyanya, tetapi apresiasi yang sangat kurang, dan sengaja dikurangkan pada era orde baru.”

Kebebasan dan penghargaan, dua hal itulah yang dibutuhkan oleh seorang sastrawan untuk menghasilkan karya-karyanya. Penghargaan tidak harus berupa uang, tetapi juga dapat berupa menikmati dan mengingat karya-karya mereka.

Hargailah karya anak bangsa jika ingin negara ini menjadi negara yang maju budayanya, secara khusus dalam bidang sastra.

No comments:

Post a Comment