Bahasa Indonesia
Jurnalistik
Oleh Brian Hikari Janna
Pernahkah
Anda memerhatikan bahasa Indonesia yang digunakan dalam media massa? Menurut
Anda, apa ada yang salah? Jika ya, apa yang salah? Jika tidak, mengapa?
Bahasa
Indonesia yang digunakan dalam media massa memang sedikit berbeda dengan bahasa
Indonesia baku yang mengacu pada Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Namun, bukan
berarti bahasa Indonesia jurnalistik itu salah atau tidak baku.
Contohnya
seperti ini, “Maling ditembak oleh polisi,”, Jika ingin mengikuti EYD, susunan
kalimatnya memang benar dan baku. Akan tetapi, seorang wartawan dalam
tulisannya akan menuliskan kalimat itu “Maling ditembak polisi,”.
Apa
bedanya? Ya, kata ”oleh” dalam kalimat itu dihilangkan. Tetapi mengapa? Karena
si wartawan beranggapan, kata “oleh” tersebut terkesan bertele-tele, dengan
langsung menyebut “Maling ditembak polisi,” kalimat itu menjadi lebih efektif, lebih lugas, dan memang, kalaupun
dihilangkan, makna dari kalimat itu pun tidak berubah.
Alasan
lain mengapa kata “oleh” dihilangkan adalah karena bahasa jurnalistik harus singkat. Mengapa begitu? Ada dua
alasan, yaitu alasan teknis dan psikologis.
Alasan
teknisnya adalah karena ruang yang tersedia untuk tulisan dalam surat kabar
sangat terbatas. Dengan ruang yang sedikit, seorang wartawan harus bisa
menyampaikan fakta yang telah dia dapat di lapangan. Bagaimana caranya? Dengan
langsung menyebut hal-hal yang memang penting, dengan bahasa yang tidak
bertele-tele. Dengan begitu, ruang yang sedikit tidak akan menjadi masalah.
Lalu,
alasan psikologisnya adalah karena pembaca cenderung malas membaca
kalimat-kalimat panjang, yang ingin pembaca ketahui adalah informasi dari suatu
peristiwa, bukan kalimat yang berbunga-bunga.
Tetapi,
apakah singkat saja cukup? Jawabannya tentu tidak, karena meskipun singkat,
kalimat dalam media massa harus tetap sarat akan informasi atau padat.
Padat
di sini maksudnya adalah setiap kalimat ber-arti, setiap kalimat harus
informatif. Tidak ada waktu untuk berbunga-bunga, tidak ada waktu untuk
mempercantik kalimat, kecuali, untuk
transisi dari alinea yang satu ke alinea yang lainnya. Mengapa ada pengecualian
seperti itu? Karena “aliran” bacaan yang baik akan lebih enak dibaca ketimbang hanya
menyebut fakta A,B,C,D dan seterusnya (kaku).
Hal
yang juga menjadi poin penting dalam bahasa jurnalistik adalah bahasa yang
digunakan harus jelas. Kalimat-kalimat
berita yang tertuang tidak boleh ambigu. Fatal jika sampai terjadi perbedaan
antara hal yang disampaikan oleh wartawan dan hal yang dimengerti oleh pembaca.
Kesalahpahaman adalah hal yang sangat ingin dihindari oleh wartawan manapun,
karena berbagai macam masalah menanti dirinya jika opini publik yang terbentuk
tentang suatu permasalahan menjadi salah.
Selain
jelas, bahasa yang digunakan juga harus dapat dimengerti oleh semua kalangan,
hal ini disebut dengan kata populis
atau populer. Misal, dalam sebuah kalimat disebutkan “... dependensi
ekonomi Indonesia ...”. Kata “dependensi” dalam kalimat tersebut berarti
“ketergantungan”. Mana yang lebih mudah ditangkap dan dimengerti oleh semua
kalangan? “dependensi” atau
“ketergantungan”?
Tetapi, bukan berarti kata yang tidak populer tidak boleh digunakan dalam media
massa. Karena, salah satu fungsi dari media massa adalah memomulerkan kata-kata
baru yang belum dikenal masyarakat.
Kata
“blusukan” sebelumnya hanya diketahui orang-orang yang bisa berbahasa Jawa.
Namun, sejak Jokowi mulai menjadi sorotan publik, kata itu sering dipakai dalam
pemberitaan dan pada akhirnya, orang-orang pun mengerti apa itu “blusukan”.
Selanjutnya,
yang tak boleh terlupakan dari bahasa jurnalistik adalah sifatnya yang demokratis. Baik itu presiden,
jenderal, hakim, karyawan, ataupun pengemis derajatnya sama di mata seorang
wartawan. Presiden makan, jenderal makan, hakim makan, karyawan makan, dan
pengemis makan. Semua sama. Kecuali,
untuk penggunaan kata yang menyatakan kematian. Presiden wafat, paman
meninggal, pahlawan gugur, dan kumbang mati. Hal itu adalah pengkastaan yang
terbentuk dengan alasan etika.
Satu
hal lagi yang juga penting adalah bahasa jurnalistik harus menarik. Pekerjaan seorang wartawan adalah membuat fakta
yang penting menjadi menarik, dan fakta yang menarik menjadi penting. Sehingga,
orang-orang mau membaca tulisannya dan pada akhirnya informasi yang ingin
diutarakan dapat tersampaikan.
Kesimpulan
Jadi,
apakah bahasa jurnalistik bukan bahasa yang baku? Tidak, bahasa jurnalistik
tetap tunduk terhadap kaidah-kaidah bahasa yang berlaku, namun, bahasa
jurnalistik lebih mengutamakan kalimat-kalimat singkat, padat, jelas, dan
efektif agar informasi yang ingin disampaikan langsung kena dan tidak
bertele-tele.
Lalu,
apa itu bahasa Indonesia jurnalistik? Bahasa Indonesia Jurnalistik adalah ragam
bahasa yang digunakan oleh kalangan media atau pers atau wartawan. Ciri-cirinya
adalah singkat, padat, jelas, lugas, efektif, efisien, demokratis, populis, dan
menarik. Sifatnya membuat bahasa jurnalistik menjadi bahasa yang paling efektif
dan efisien bagi seluruh orang Indonesia.
No comments:
Post a Comment